Di sinilah tempatnya para pembaca baik dari dalam maupun penutur asing menikmati sastra Indonesia, mencari dan berbagi informasi.

Rabu, April 16, 2008

Dilla

Siang ini, Depok diterangi oleh pancaran matahari yang menyorot wajah-wajah yang berada di bawahnya. Dua sosok mahasiswa sedang asyik bercengkerama di bawah pohon menghindari sengatan matahari.

“Panas banget ga sih hari ini?”. Kata Dilla memulai pembicaraan.

“Biasa aja. Banyak dosa kali Lo, makanya kepanasan”. Jawab Ical sekenanya.

“Ga lucu tau!”. Bentak Dila mulai naik darah.

“Biarin! Yang penting Gw seneng”. Ucap Ical masa bodo.

“Eh kita kaya lagi piknik. Tinggal gelar tiker aja”. Canda Dilla

“Kita?! Lo_aja_kali, Gw_enggak!”. Ucap Ical dengan gaya bicara seperti Ruben Onsu di acara SuperStar Indosiar.

“Iya, iya bukan kita. Biar Gw sama kerbau aja”.Balas Dilla.

Karena daya serap otak yang agak lama, makanya Ical tidak langsung menyadari kalimat yang barusan dilontarkan oleh Dilla. Setelah beberapa lama,

“Kerbaunya Gw dong?! Kan Lo cuma berdua sama Gw”. Sambung Ical.

“Yah terserah Lo nganalisanya gimana”. Jawab Dilla senang.

Yes! Satu sama. Akhirnya dia bisa mengerjai anak yang –menurut perkiraannya- menyebalkan. Tapi dengan kehadiran Ical, dia mendapat kebahagiaan tersendiri. Bukannya naksir atau suka. Ih amit-amit! Tapi karena ada yang diajak adu mulut. Seru!.

Itulah yang Dilla Faizan Nissa sering lakukan dalam kehidupannya sebagai mahasiswa. Kuliah, hang-out dan ngobrol bareng teman-teman, dan dia juga aktif di organisasi. Saat ini dia menjabat sebagai Kepala Bidang Humas di IMG (Ikatan Mahasiswa Gaul) di jurusannya di salah satu Universitas Negeri di daerah Depok Semuanya dapat dia atur dengan baik. Tidak ada satu tugas pun yang terbengkalai. Teman-temannya pun salut pada dirinya. Pada suatu hari, ada temannya yang memuji dirinya.

“Gila Lo Dil, bener-bener gila. Biarpun sibuk organisasi, nilai-nilai Lo tetep bagus. Gila!”. Kata salah satu Temannya.

“Heh, Lo itu mau muji apa mau ngatain sih?!”. Jawab Dilla kesal.

“Yah mujilah, emang kedengarannya kaya gimana?” Kata Temannya, belaga sok innocent.

“Tau ah!” Kata Dilla sambil berlalu

* * *

Malam indah menyapa diri.

Ku terpengkur di ujung malam.

Takjub akan nikmat-Mu

Yang tiada berhenti mengalir.

Dalam hati ku selalu berharap.

Semoga Kau tetap ada.

Di setiap hembus nafasku,

Di setiap aliran darahku, dan

Di setiap detak jantungku.

Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun ia lalui semenjak ia berkomitmen menjadi mahasiswa. Perkuliahan selalu di nomor satukan, karena dia sadar bahwa dirinya adalah seorang pelajar yang haus ilmu pengetahuan. Dia selalu menjadi yang terbaik di angkatannya. Dia selalu meraih IP terbaik. Tapi dia tidak meninggalkan kewajiban organisasinya sebagai Kabid Humas. Lebih tepatnya tidak akan meninggalkannya. Kecuali oleh tiga hal, dipensiunkan dini alias dipecat, sudah habis masa berlakunya (KTP kaliiii), dan lulus kuliah. Satu lagi yakni, sudah habis jatah hidupnya di Dunia. Pekerjaannya di Humas seperti Mading, Buletin, Kunjungan Alumni, dan Milist IMG semua dapat dikerjakannya. Walaupun ada masalah-masalah yang hinggap, dia dapat mengatasinya dengan baik.

* * *

“Dil, abis kuliah ini kita rapat ya!”. Seru Alfri, sang ketua IMG.

“Okeh Pri”. Jawab Dilla. Sengaja ia memanggil dengan sebutan Pri, karena susah kalau memanggilnya dengan Fri. Jadi dia juga suka memanggil ketuanya dengan sebutan Alpri.

Sesuai yang telah direncanakan, semua BPH (Badan Pengurus Harian) IMG berkumpul di tempat yang telah ditentukan.

“Assalamu’alaikum Wr.Wb. Terima kasih buat teman-teman BPH udah mau datang ke rapat ini”.Ucap Alfri membuka rapat.

“Pada rapat ini saya ingin membicarakan tentang masalah yang terjadi di jurusan kita perihal teman kita, Andri, yang hampir putus kuliah karena masalah biaya kuliah. Dia sudah dua semester belum bayaran kuliah. Sekarang dia malah jarang ke kampus. Kalau dibiarkan terus seperti ini, dia bukan hanya di DO karena bayaran, tapi juga karena akademiknya yang semakin merosot”. Sambungnya.

Semua yang hadir dengan seksama mendengarkan apa yang dibicarakan Alfri. Mereka tidak menyangka bahwa ada teman mereka yang sedang berada dalam kesusahan.

“Jadi saya utus Dilla dan Arif untuk ke rumahnya untuk berbicara dari hati ke hati”. Perintah Alfri.

“Siap Dil, Rif?” Tanya Alfri ke Dilla dan Arif.

Arif merupakan Kepala Bidang Keilmuan dan Akademis Mahasiswa di Lembaga ini. Jadi secara tidak langsung dirinya bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi jurusannya dalam bidang akademik.

“Siap Bos” Jawab Dilla sambil memberi hormat kepada Alfri.

“Hamba siap melaksanakan titah Baginda”. Jawab Arif seolah hidup di zaman Kerajaan.

“Oke, sekian rapat hari ini. Wassalamu’alaikum Wr.Wb”. Ucap Alfri mentup rapat.

Terkadang kita kurang peka terhadap masalah yang ada di sekeliling kita. Kenapa? Karena kita terlalu mementingkan diri sendiri. Kita terlalu egois untuk menatap apa yang sedang terjadi pada orang lain. Karena kita tidak ada sangkut pautnya dengan mereka dan tidak ingin tersangkut paut pada masalah orang lain. Orang bijak pernah berkata ”Keegoisan yang kita miliki bukan karena egois adalah sifat dasar manusia, tapi karena ketiadaan rasa memiliki dan mengasihi terhadap sesama di hati kita”.

* * *

“Sms dari siapa tuh? Ciee sms dari siapa? Dari siapa sih? Ayo ngaku-ayo ngaku. Ciee”. Suara anak kecil dari hp Dilla yang bertanda ada sms masuk. Dilla itu biar ga cantik-cantik amat tapi orangnya norak! Maap. Maksudnya udah ga cantik-cantik amat, norak lagi.

Woi Dil, lg dmn lo? Gw mau ngmong bntr. Gw tnggu di Gazebo ya! Skrg. Ga pke lma.

- Ical Ganteng-

”Ganteng?! Ganteng dari Hongkong!” Ucap Dilla dalam hati setelah membuka sms.

Setelah Dilla sampai gazebo, ia melihat Ical sedang duduk sendirian menunggu dirinya.

”Ngapain lo nyariin gw?! Kangen ma gw? Buruan ngomongnya gw lagi sibuk” Ucap Dilla dengan gaya sok jagoan.

Menurutnya, kalau berhadapan dengan Ical tidak usah sok baik. Malahan bisa-bisa ditertawakan karena dianggap aneh.

”Dil, to the point aja nih ya! Ada yang suka sama Lo. Eh tapi jangan Ge-eR dulu!” Kata Ical tanpa ucapan Hai sama sekali.

”Ah serrrrius Lo?! Maca cih?! Siapa?” Ucap Dilla sedikit bangga karena ada yang menyukai dirinya.

Dia pikir selama ini dia ga menarik di mata cowok. Secara teman-teman perempuannya banyak yang lebih cantik dan lebih menarik dari dirinya.

”Yah nyesel gw ngomong ke Lo kalo tau kaya gini” Kata Ical dengan ekspresi wajah langsung berubah.

”Yah kok Lo gitu. Kalau ada amanah kan wajib disampein!” Ucap Dilla berharap Ical meneruskan apa yang telah ia mulai.

”Iya. Kecuali buat Lo!” Bentak Ical langsung meninggalkannya.

Diri ini hanya seorang manusia

Manusia yang mempunyai cinta di dalam hati.

Ku diciptakan ke dunia ini karena Tuhan dan cinta Ayah Ibu.

Apakah salah jika aku jatuh cinta?

Tapi bagaimana aku mengatakannya?

Aku tak sanggup.

Tuhan, tolong sampaikan padanya.

Aku mencintainya seperti Adam mencintai Hawa.

Dilla bengong sejadi-jadinya melihat kelakuan Ical. Ical memang kadang-kadang aneh. Kadang menyebalkan, kadang baik tapi tetap menyebalkan. Pokoknya Ical adalah tipe cowok misterius. Dilla justru sebaliknya, dia orang yang easy going, humoris, dan pandai bergaul, walaupun agak jutek dan galak.

”Si Ical kenapa ya? Kok langsung marah? Hanya dia dan Tuhan yang tahu”. Ucap Dilla dalam hati.

”Apa bener ya ada yang suka sama gw?! Tapi siapa? Atau jangan-jangan? Ah udahlah” Ucap Dilla berusaha menepis semua yang ada dalam pikirannya.

* * *

Malam ini pekat.

Lalu dimana bintang-bintang berhamburan?

Hanya bulan yang menerangi malam.

Bulan yang hanya diam membisu.

Kenapa malam ini begitu pekat?

Bialah waktu yang menjawab.

Jarkom. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun. Telah berpulang kehadirat Allah SWT, Teman kita, Ical, sore tadi jam 5 karena penyakit Leukimia. Mari kita doakan semoga Ical diterima di sisi Tuhan YME. Sampaikan ke teman-teman yang lain.

Berita duka melalui sms itu membuat Dilla kaget luar biasa. Antara percaya dan tidak percaya, pikirannya berkelana tentang kejadian yang sering ia alami bersama Ical. Walaupun terkadang menyebalkan, Ical membuat dirinya nyaman. Walaupun setiap bertemu dengannya selalu bertengkar, Ical membuat hidupnya berwarna. Dia tidak menyangka ternyata selama ini Ical mengidap penyakit yang sangat parah. Dan sekarang Ical telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Kenangan dan kepergian Ical menghadap Ilahi membuat airmatanya tak dapat dibendung lagi. Dilla menangis. Airmata dan Doa darinya mengiringi kepergian Ical untuk selama-lamanya.

Hidup di dunia ini hanya sekali.

Hidup ini milik dan kuasa Ilahi.

Allah yang lebih berhak atas diri ini.

Allah lebih sayang kepadamu, Ical.

Selamat jalan sahabatku, Ical.

Semoga kau diberi tempat yang terbaik di sisi Sang Pencipta.

* * *

Sudah satu bulan Ical meninggalkan Dilla dan teman-temannya. Mungkin ini jalan yang terbaik untuk Ical. Tuhan tidak ingin penyakit tersebut terus menggerogoti tubuhnya. Ical sudah bahagia di singgasana akhirat. Walaupun rasa sedih dan kehilangan masih hinggap dalam hati Dilla dan teman-temannya, mereka sudah bisa menerima kepergian Ical, dan biarlah kenangan tentang Ical tersimpan selalu di dalam hati. Terutama untuk Dilla.

”Alfri, Gw sama Arif udah ke rumah Andri”. Kata Dilla sewaktu berpapasan dengan Alfri di koridor kelas.

”Terus gimana?”. Tanya Alfri penasaran.

”Begini ceritanya. Setahun kemarin, bokapnya Andri di PHK, jadi ga ada uang buat bayaran kuliah dia. Jadi Andri ikut bantuin Bokapnya jualan Mie Ayam di deket rumahnya. Makanya dia jadi sering ga masuk kuliah. Tapi Alhamdulillah sekarang Bokapnya udah mulai kerja lagi jadi karyawan di PT. Tetra Park. Andri sekarang udah bisa kuliah lagi. Gitu deh”. Kata Dilla panjang lebar, persis seperti pendongeng.

”Alhamdulillah. Syukur banget kalo gitu. Thanks ya Dil”. Ucap Alfri.

”Ya ampun ga usah bilang makasih kali. Itu kewajiban Gw buat menolong orang yang kesulitan. Lagian Gw ga banyak bantu apa-apa buat dia”. Kata Dilla bijak.

”Iya tau. Tapi tetep Gw mau bilang makasih ke Lo”. Ucap Alfri

”Ya udah deh kembali kasih. Maksa sih Lo”. Kata Dilla sambil tertawa.

* * *

Seperti biasa Dilla menjalani hari-harinya seperti yang dulu. Untuk semester ini, IPnya menurun. Mungkin karena kesibukkannya di luar kuliah. Tapi dia bertekad untuk semester depan, dia akan belajar segiat mungkin. Lebih giat dari sebelumnya. Dan Dilla pun membuktikan omongannya pada semester berikutnya. IPnya langsung meroket, dan Dillapun mendapat IP yang tertinggi di Angkatannya. Malahan ia mendapat gelar sebagai Mahasiswa Berprestasi di Fakultasnya karena aktif di perkuliahan dan aktif di organisasi. Setelah demisioner dari jabatannya sebagai Kabid Humas, ia menjabat sebagai Bendum di BEM Fakultas dan pada tingkat-tingkat akhir kuliahnya, ia aktif di kelembagaan yang cakupannya lebih besar lagi.

Tak terasa semester ini adalah semester terakhir ia kuliah di Perguruan Tinggi ini. Skripsi sudah diselesaikan, hanya tunggu sidang yang rencananya diadakan bulan depan. Ia berencana lulus dengan waktu 3.5 tahun untuk mendapatkan gelar S1nya.

”Dil, Gw boleh ngomong sama Lo?”. Ucap Alfri sambil menghampiri Dilla yang sedang membaca buku di Perpustakaan.

”Yah bolehlah. Siapa coba yang berani nolak di ajak ngomong sama mantan Ketua”. Canda Dilla.

”Ah jangan gitu dong ngomongnya. Serius ni gw”. Kata Alfri kege-eran.

”Iya maaf Bos”. Canda Dilla lagi.

”Ah Dil, serius jangan manggil yang macem-macem”. Kata Alfri dengan muka merah merona karena malu dan Ge-eR.

”Iya, Iya, Alfri” Ucap Dilla dengan memanggil nama Alfri secara benar.

”Ah tapi juga jangan gitu-gitu amat” Kata Alfri makin salah tingkah.

”Maunya gimana si Lo? Bingung Gw!” Ucap Dilla kebingungan karena begini salah-begitu salah.

”Yang biasa aja”. Kata Alfri menerangkan.

”Okeh. Iya, ada apa pri?” Ucap Dilla. Sekarang dengan intonasi sesuai pesanan Alfri.

”Gini Dil, dari dulu pas kita di IMG, Gw udah ada feeling ke Lo”. Ucap Alfri malu-malu.

”Feeling apa?! Feeling mau nonjok?!” Canda Dilla.

”Hust. Jangan dipotong dulu”. Ucap Alfri sambil menempelkan tali telunjuknya ke mulutnya.

Dilla mengangguk.

”Gw suka sama Loe”. Kata Alfri. Rona merah pipi tidak bisa ditutupi lagi. Inilah pertama kalinya ia menyatakan perasaan ke seorang makhluk bernama wanita. Wanita yang bernama Dilla Faizan Nissa.

”Hah!! Yang boong Lo?!” Ucap Dilla kaget. Dia tidak megira mantan orang tertinggi di lembaganya punya perasaan lebih terhadap dirinya.

”Serius Dil. Gw ga mungkin bercanda untuk hal seserius ini”. Kata Alfri dengan wajah meyakinkan.

”Lo mau jadi pacar gw?” Sambung Alfri makin meyakinkan.

Diri ini hanya seorang manusia

Manusia yang mempunyai cinta di dalam hati.

Ku diciptakan ke dunia ini karena Tuhan dan cinta Ayah Ibu.

Ayah ibu ada karena Tuhan dan cinta Kakek Nenek.

Apakah salah jika aku jatuh cinta?

Tentu tidak.

Tapi sekarang bukan dan belum saatnya aku jatuh cinta.

”Sorry Pri, Gw ga bisa. Lagian Gw ga mau pacaran”. Tolak Dilla.

Alfri langsung sedih mendengar jawaban Dilla setelah ”penembakkan” itu.

Sebenarnya Dilla sempat tersanjung atas kejujuran perasaan Alfri terhadapnya. Tapi dia telah berkomitmen. Di dalam kamusnya tidak ada kata pacaran, yang ada hanya ta’aruf dan itupun akan dilakukannya dengan tujuan menikah.

”Kecuali, kalau ada yang bilang ”Maukah kau jadi Istriku?” gitu”. Sambungnya.

Alfri kaget mendengar hal itu, tapi dia senang. Berarti Dia masih punya harapan untuk bisa bersama Dilla. Namun, Dia tersadar bahwa selama ini dia salah mengartikan perasaan yang sedang membuncah dalam dirinya. Perasaannya yang sekarang hanya perasaan yang digolongankan sebagai cinta sesaat. Cinta yang hakiki adalah cinta setelah dua orang menjalin hubungan dalam satu bahtera, yaitu pernikahan. Dan ia merasa sekarang belum waktunya. Ia harus lulus dahulu, bekerja, dan setelah hidup layak ia akan melamar Dilla untuk dijadikan pendamping hidupnya untuk di Dunia dan di Syurga.

”InsyaAllah Dil, semoga kita berjodoh ya!” Ucap Alfri.

”InsyaAllah”. Kata Dilla sambil tersenyum.

Diselesaikan di Asrama UI Depok,

18 Maret 2008, pukul 00.30 WIB

0 Comments:

.:: Klik Iklan Di Bawah Ini ::.

klik iklan ini

Kolom Diskusi


Free chat widget @ ShoutMix